WA INNAA BI FIRAAQIKA YA FARHAANU LA MAHZUUNUUN
Surabaya, Kamis, 25 Oktober 2018
Bismillaah wal hamdulillaah wash shalaatu ‘alaa Rasulillaah, wa ba’du:
Tadi malam sekitar jam 23.30 WIB saya baru sampai rumah Sidoarjo, karena perjalanan dari Jombang. Ada pertemuan dengan para ikhwah tercinta, para kepala Kuttab zona Jatim di sana. Karena sejak pagi belum istirahat, sampai rumah saya langsung tidur dan setelah shalat subuh pun, langsung tidur kembali.
Setelah bangun saya melihat Wats app rupanya ada berita yang sangat membuat duka mendalam dalam hati. Yaitu dipanggilnya anak salah seorang ikhwah, anak ketua pengelola Kuttab Jatim, Ustad Irawan. Putranya bernama Farhan, yang sudah menyelesaikan hafalan 30 Juz di Madrasah Al-Fatih, dan sejak beberapa bulan yang lalu harus rawat jalan di rumah karena diuji Allah dengan penyakit.
Biasanya ketika mendengar berita kematian seseorang, perasaan saya tidak begitu mendalam. Karena tidak begitu erat hubungan dengan keluarga yang ditinggalkan, di samping tidak kenal, juga tidak ada hubungan batin. Tapi ketika yang lagi diuji adalah saudara yang saya cintai karena Allah, rasanya berbeda. Rasanya begitu berat, dan membayangkan: “Ya Allah, kalau itu terjadi pada saya dan anak saya sendiri.” Subhaanallah, berat rasanya.
Apalagi kita diperintahkan untuk merasakan seperti yang dirasakan mukmin yang lain. Sebagai salah satu bagian dari tingkatan Ukhuwah Islamiyah. Sebagaimana disabdakan Rasulullah Shallallaahu Alaihi Wasallam tercinta:
((لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ))
“Belum beriman salah seorang dari kalian hingga mencintai untuk saudaranya seperti mencintai untuk dirinya sendiri.” (Sahih Al-Bukhari, no. 13)
Maka saya betul-betul merasakan seperti yang dirasakan ustad Irawan. Saya baru dikarunia dua putra. Yang pertama, mau lulus dari kelas 6 SD bulan Januari 2019 depan insya Allah. Ketika saya mengambil keputusan dia harus menjauh dari keluarga untuk menuntut ilmu di Madrasah Al-Fatih, saya merasa sangat berat, padahal masih bisa mengunjungi dan masih di dunia.
Maka bagaimana kalau kemudian ditinggalkan selamanya, yang baru bisa kumpul kembali di Akhirat. Tidak bisa membayangkan.
Mudah-mudahan saja Allah mengumpulkan kita semua bersama seluruh anggota keluarga bersama-sama nanti dalam SurgaNya. Mudah-mudahan ustad Irawan dikumpulkan bersama putra tercintanya “Farhan” dan seluruh anggota keluarganya nanti dalam Surga. Sebagaimana Dia firmankan:
{وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ } [الطور: 21]
“Orang-orang beriman, yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. Ath-Thuur: 21)
Bagaimana pun juga, keputusan Allah tetap yang paling baik. Dan kita sangat meyakini hal itu sebagai tuntutan iman kepada takdir, yang manis maupun yang pahit.
Betapa pun pedih hal itu dirasakan, kita harus ridha. Dan itulah yang dilakukan Rasulullah Shallallaahu Alaihi Wasallam saat ditinggal putranya yang bernama Ibrahim:
((إِنَّ الْعَيْنَ تَدْمَعُ وَالْقَلْبَ يَحْزَنُ وَلَا نَقُولُ إِلَّا مَا يَرْضَى رَبُّنَا وَإِنَّا بِفِرَاقِكَ يَا إِبْرَاهِيمُ لَمَحْزُونُونَ))
“Mata meneteskan airnya. Kalbu juga bersedih. Tapi kita tidak mengatakan kecuali yang membuat Rabb kami ridha. Dan kami sangat bersedih atas perpisahan denganmu wahai Ibrahim.”(Sahih Al-Bukhari, no. 1303)
Kami sangat bersedih saat berpisah denganmu wahai Farhan. Tapi ini adalah keputusan Rabb kami. Maka kami tidak mengatakan kecuali, yang membuat Rabb kami ridha. Kami katakan: “Al-Hamdulillah ‘ala kulli haal, innaa lillaahi wa innaa ilahi Raji’uun.”Mudah-mudahan dengan ucapan itu, kita semua, wabil khusus Ustad Irawan, dikarunia Allah ta’ala Baitul Hamdi.Yakni rumah pujian.
عَنْ أَبِي مُوسَى الأَشْعَرِيِّ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((إِذَا مَاتَ وَلَدُ العَبْدِ قَالَ اللَّهُ لِمَلاَئِكَتِهِ: قَبَضْتُمْ وَلَدَ عَبْدِي؟، فَيَقُولُونَ: نَعَمْ، فَيَقُولُ: قَبَضْتُمْ ثَمَرَةَ فُؤَادِهِ؟، فَيَقُولُونَ: نَعَمْ، فَيَقُولُ: مَاذَا قَالَ عَبْدِي؟ فَيَقُولُونَ: حَمِدَكَ وَاسْتَرْجَعَ، فَيَقُولُ اللَّهُ: ابْنُوا لِعَبْدِي بَيْتًا فِي الجَنَّةِ، وَسَمُّوهُ بَيْتَ الحَمْدِ)).
Dari Abu Musa Al-Asy’ari sesungguhnya Nabi Shallallaahu Alaihi Wasallam bersabda: Jika anak seorang hamba meninggal, Allah bertanya kepada para Malaikat (dan Dia lebih tahu dengan jawaban mereka): “Apakah kalian sudah mencabut nyawa anak hambaKu?” Para Malaikat menjawab: “Benar.” Allah bertanya kembali: “Apakah kalian sudah mencabut nyawa buah hatinya?” para Malaikat menjawab: “Benar.” Allah bertanya kembali: “Apa yang diucapkan hambaKu?” para Malaikat menjawab: “Dia memuji Engkau dan mengucapkan istirja’.” Allah pun berfirman: “Bangunkan sebuah rumah untuk hambaKu di Surga, dan namai rumah tersebut dengan Baitul Hamdi.” (Sunan At-Tirmidzi, no. 1021 dengan sanad hasan)
Mudah-mudahan Allah memberikan kepada ustad Irawan baitul hamdi di Surga. Rumah tinggi yang terbuat dari mutiara. Tiada suara bising di dalamnya, dan tiada teriakan maupun kejenuhan.
Dalam musibah ini, kami juga mengucapkan untuk ustad Irawan, doa Ummu Salamah radhiyallahu anha, saat ditinggal wafat Abu Salamah. Yang kemudian beliau diberi ganti dengan orang jauh lebih baik daripada Abu Salamah, yaitu Rasulullah Shallallaahu Alaihi Wasallam.
Saya mengucapkan untuk beliau:
((إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ، اللَّهُمَّ أْجُرْنِيْ فِيْ مُصِيبَتِيْ وَأَخْلِفْ لِيْ خَيْرًا مِنْهَا))
“Kita semua adalah milik Allah, dan hanya kepadaNya kita semua akan kembali. Wahai Allah! Berikan pahala untuk saya dalam musibah ini, dan gantikan untuk saya yang lebih baik daripadanya.”
Dari Ummu Salamah radhiyallahu anhadia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallaahu Alaihi Wasallam bersabda:
((مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِى فِى مُصِيبَتِى وَأَخْلِفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا إِلاَّ أَجَرَهُ اللَّهُ فِى مُصِيبَتِهِ وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا))
“Tiada hamba yang tertimpa musibah kemudian mengucapkan: “INNAA LILLAAHI WA INNAA ILAIHI RAAJI’UUN. ALLAHUMMA’JURNI FII MUSHIIBATI WA AKHLIF LII KHAIRAN MINHA, kecuali Allah memberinya pahala dalam musibahnya dan mengganti untuknya yang lebih baik dari musibah tersebut.” (Sahih Muslim, no. 2166)
Maka kami ucapkan kepada engkau wahai saudaraku fillaah:
((إِنَّ لِلهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى، وَكُلٌّ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمًّى، فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ، اَللَّهُ يَرْحَمُ مَيِّتَكُمْ وَيَغْفِرُ لَلْأَخِ فَرْحَانَ، وَيَجْعَلُ قَبْرَهُ رَوْضَةً مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ، اَللَّهُمَّ أَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ مِنْ غَيْرِ مُنَاقَشَةِ حِسَابٍ وَلاَ سَابِقَةِ عَذَابٍ، اَللَّهُمَّ آمِيْن))
“Sesungguhnya milik Allah-lah yang Dia ambil dan Dia berikan. Segala sesuatu di sisi Allah ada batas waktu yang Dia tentukan. Maka bersabarlah dan carilah pahala dari musibah ini. semoga Allah merahmati mayit kalian dan mengampuni saudara kami Farhan. Dan menjadikan kuburannya salah satu taman Surga. Ya Allah! Masukkan Farhan ke dalam Surga tanpa hisab maupun azab. Allaahumma aamin.”
———————————————————————————————-
الفقير إلى رحمة ربه: وفي مرزوقي عمار-وافاه الله ورزقه بالجنة-
اللهم إني ظلمت نفسي ظلما كثيرا ولا يغفر الذنوب إلا أنت فاغفر لي مغفرة من عندك وارحمني إنك أنت الغفور الرحيم