Cinta Sebelum Bertemu
“Demi Allah, orang semisalmu, wahai Abu Thalhah, tidak akan ditolak. Tetapi engkau adalah pria kafir sedangkan aku wanita muslimah, dan tidak halal bagiku menikahimu. Jika engkau masuk Islam, maka itulah maharku dan aku tidak meminta kepadamu selainnya” Sunan An-Nasai -3341. hlm. 516
Seuntai kalimat dari Ummu Sulaim, ibu Anas bin Malik saat pinangan Abu Thalhah sampai kepadanya. Seorang laki-laki yang tak mungkin ditolak dalam pandangan mata manusia, tetapi dengan halus ia katakan kejujuran dalam hatinya. Kita bisa belajar sebuah permulaan yang indah, keimanan yang kokoh membuat ia memilih memberikan mahar Islam sebagai password terbukanya keberkahan. Permulaan untuk memberikan pendidikan terbaik terhadap pendidikan anaknya kelak. Sebuah cinta sebelum bertemu yang kelak menumbuhkan pribadi-pribadi yang mengindahkan zaman.
Sungguh indah dan sempurna konsep Islam ini. Bukti cinta melampaui batas kelekatan fisik dan pertemuan secara dzohir. Mencintai generasi bukan dimulai saat memilih lembaga pendidikan terbaik atau saat anak sudah pandai berbicara. Bukan pula saat anak terlahir ke dunia. Masih jauh melampaui itu. Segenggam cinta itu sudah tumbuh bahkan sebelum bertemu. Cinta itu dipatri bahkan sebelum nama itu ada. Terus tumbuh dan tumbuh, mengajak agar cinta kembali kepada-Nya. Itulah cinta yang diawali dengan keimanan. Memulai dari sebuah visi besar keimanan.
Kisah lain tentang cinta sebelum bertemu kita ambil dari seorang yang sholih, dialah Nabi Zakariya ‘Alaihissalam. Beliau telah tua dan istrinya pun belum dikaruniai anak. Sebuah kondisi yang sepertinya tak mungkin bertemu dengan sosok yang diinginkan. Namun tetap berbaik sangka kepada Sang Pencipta. Memilih menerjemahkan cinta berbalut keimananan dengan sebuah doa.
“Ya Tuhanku, berilah keturunan yang baik dari sisi-Mu, sesungguhnaya Engkau Maha Mendengar doa” (al Baqarah : 38).
Ya, inilah cinta sebelum bertemu. Memberikan pendidikan terbaik bahkan saat pertemuan itu tak mungkin terjadi.
Dalam pendidikan Islam ini, kita terus belajar menumbuhkan cinta sebelum bertemu. Tidak berhenti, terus berlanjut dalam fase terpenting dalam pendidikan yaitu kehamilan. Fase dimana kita mulai merasakan sentuhan meski belum bisa bertemu secara langsung. Sungguh indah, teladan dari ibunda wanita penghuni surga, dialah Hanna ibu dari Maryam wanita pilihan. Di tengah kehamilan yang melelahkan, ia memilih cintanya tetap terjaga. Berdoa dan berserah diri memohon penjagaan terbaik hanya kepada-Nya.
“(Ingatlah), ketika istri Imran berkata, “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya aku bernazar kepada-Mu, apa (janin) yang dalam kandunganku (kelak) menjadi hamba yang mengabdi (kepda-Mu), maka terimalah (nazar itu) dariku. Sungguh, Engkaluah Yang Maha Mendengar, Maha Mengatahui”. (Ali-Imron : 35)
Dari doa tersebut kita belajar untuk memberikan harapan mulia kepada anak sejak masih alam rahim. Inilah sebuah pembuktian tentang cinta kepada anak. Mewujudkannya dalam untaian doa istimewa yang sarat makna. Persangkaan baik kepada Sang Pencipta. Pendidikannya, tidak menunggu saat bertemu, tapi sudah tumbuh mengakar dengan kuat. Dan saat pertemuan itu terjadi, cintapun kian tumbuh dan tumbuh, mengawal keimanan hingga cinta bertemu dengan cinta Pemiliknya, Allah Subhannahu wa ta’ala.