Muslimin dan muslimat sekalian yang dirahmati Allah…
Al-Hamdulillah, malam hari ini adalah malam 1 Syawal 1439 H. Semua kaum muslimin bergembira sambil meneriakkan takbir karena sudah menjalani ibadah puasa Ramadhan selama satu bulan penuh. Semoga semuanya termasuk orang-orang yang diampuni Allah ta’ala dan dimerdekakanNya dari api Neraka.
Semua kaum muslimin mulai malam ini saling memberikan ucapan selamat dan saling mendoakan agar masing-masingnya diberi keistiqamahan oleh Allah dalam ketaatan padaNya dan diterima amalnya.
Namun sayangnya, ada beberapa muslimin dan muslimat yang enggan saling memaafkan dan memberikan ucapan selamat kepada saudaranya, dikarenakan dendam pribadi yang hingga saat ini belum terselesaikan.
Kira-kira orang seperti ini bagaimana status hukumnya?
Pertama: Jika masalahnya karena iri hati, maka ketahuilah bahwa iri hati sangat tidak pantas menetap dalam kalbu seorang muslim. Iri hati adalah sifat dasar Iblis. Karena iri hati kepada Nabi Adam, ia dilaknat oleh Allah dan tidak masuk Surga selamanya.
Iri hati sangat menghapuskan amal shalih. Nabi r bersabda:
((إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ))
“Hindarilah hasad (iri hati). Karena hasad memakan kebaikan-kebaikan. Sebagaimana api memakan kayu bakar.” (Sunan Abi Dawud, no. 4905, Syuaib Al-Arnaut berkata: Hadis hasan)
Maka siapa pun yang iri hati bercokol dalam batinnya, meskipun banyak puasa, banyak shalat, banyak sadaqah, dan ibadah lainnya maka pahala ibadah-ibadah tersebut dimakan habis oleh hasad. Wal iyaadzu billah.
Kedua: Sebaik-baik manusia adalah orang yang hatinya bersih dari penyakit-penyakit hati. Apakah itu sombong, iri hati, atau marah dan jengkel kepada setiap muslim. Nabi rpernah ditanya:
أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: ((كُلُّ مَخْمُومِ الْقَلْبِ، صَدُوقِ اللِّسَانِ)). قَالُوا: صَدُوقُ اللِّسَانِ نَعْرِفُهُ، فَمَا مَخْمُومُ الْقَلْبِ؟ قَالَ: ((هُوَ التَّقِيُّ النَّقِيُّ، لَا إِثْمَ فِيهِ، وَلَا بَغْيَ، وَلَا غِلَّ، وَلَا حَسَدَ))
“Siapakah manusia yang paling afdhal?” Beliau menjawab: “Setiap orang makhmumul Qalbi dan jujur lisannya.” Para sahabat bertanya: “Orang yang lisannya jujur kami sudah mengetahuinya. Tapi siapakah makhmumul qalbi itu?” beliau menjawab: “Yaitu orang bertaqwa yang bersih hatinya. Tiada dosa, kedzaliman, dendam, maupun hasad.” (Sunan Ibnu Majah, no. 4216, Syuaib berkata: Ini Hadis sahih)
Jika sebaik-baik manusia adalah yang tidak mempunyai penyakit-penyakit hati, berarti makna kebalikannya, siapa pun yang memiliki penyakit dalam hatinya, dia adalah seburuk-buruk manusia.
Ketiga: Ketika Allah menerangkan bahwa Surga bakal ditempati orang bertaqwa, maka Dia menjelaskan siapakah orang bertaqwa yang bakal mewarisi Surga itu. Allah berfirman:
{الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ } [آل عمران: 134]
“Mereka adalah orang-orang yang senantiasa berinfak dalam kondisi lapang maupun sulit, menahan amarah, memaafkan manusia dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat ihsan.” (QS. Ali Imran: 134)
Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa di antara sifat penduduk Surga adalah yang menahan amarah, memaafkan manusia dan suka berbuat ihsan.
Kalau kita ingin menjadi penghuni Surga, juga ingin amal kita diterima oleh Allah maka hilangkan semua penyakit hati. Apakah itu dengki, iri hati, dendam, sombong dan lain sebagainya.
Nabi r bersabda:
((أَفْضَلُ الْفَضَائِلِ أَنْ تَصِلَ مَنْ قَطَعَكَ، وَتُعْطِيَ مَنْ مَنَعَكَ، وَتَصْفَحَ عَمَّنْ شَتَمَكَ))
“Sebaik-baik perbuatan mulia adalah engkau menyambung orang yang memutusmu. Memberi orang yang menahan pemberiannya padamu. Dan memaafkan orang yang mencacimu.” (Musnad Ahmad, no. 15618 dan disahihkan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, no. 7285)
Maka sepatutnya pada hari yang fitri ini, apalagi kita habis menjalankan ibadah puasa, agar Allah menerima amal kita, memaafkan kita, dan memasukkan kita dalam SurgaNya, marilah kita saling memaafkan. Mari kita hilangkan semua ketinggian hati kita. Mari kita hilangkan segala penyakit hati dari kalbu kita.
Sangat disayangkan jika ibadah kita habis gara-gara dosa-dosa batin yang banyak kita kerjakan tanpa kita sadari.
Keempat: Syarat agar Allah mengampuni kita, hendaknya kita memaafkan orang lain. Ketika Aisyah difitnah melakukan perselingkuhan, Abu Bakr t hendak memutus nafkah yang selama ini dia berikan kepada orang yang ikut serta menyebarkan berita bohong atas putrinya. Maka Allah menegur tindakan Abu Bakr t ini dan memerintahkannya untuk memaafkan pelaku yang turut serta menebar berita bohong. Dia berfirman:
{وَلَا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ} [النور: 22]
“Janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (QS. An-Nuur: 22)
Setelah turun ayat ini, Abu Bakr Ash-Shiddiq t berkata:
“بَلَى، وَاللَّهِ إِنَّا نُحِبُّ -ياَ رَبَّنَا -أَنْ تَغْفِرَ لَنَا”
“Sungguh demi Allah! Wahai Rabb kami, kami suka Engkau mengampuni kami.” Setelah itu Abu Bakr kembali memberi nafkah kepada Misthah seperti sebelum-sebelumnya. (Tafsir Ibnu Katsir, 6/31)
Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.