Saat usia Nabi 37 tahun, kegundahan akan keadaan sekelilingnya memuncak. Dan nampaknya memang itu usia mereka yang mulai mencari jawaban atas kegundahan dan rutinitas hidup yg membosankan.
Mulai banyak menggali mata air ilmu utk menjawab harta yg menggersangkan jiwa.
Maka teruslah mencari…
Kegundahan Nabi atas kejahilan masyarakat Mekah yg menyembah patung, saling mendzalimi, rusak tatanan sosialnya, hancur moralnya.
Tapi…kegundahan itu tanpa jawaban.
Inilah yang mendorong pemilik bening jiwa itu untuk mencari jawabnya. Menjalankan peninggalan millah Ibrahim yang tersisa.
Nabi membawa bekal dan berjalan 2 Mil untuk menaiki sebuah bukit. Di sebuah celah di puncaknya, beliau menyendiri berpikir dan beribadah.
Pandangan dari atas bukit cukup leluasa. Tapi melihat ke bawah menyesakkan dada.
Terlihat tingkah polah masyarakatnya yang jahiliyyah.
Ingan memperbaiki, tapi tak tahu bagaimana dan dari mana mulanya.
Begitulah bermalam malam dilaluinya.
Sambil berderma dengan bekalnya bagi yang dijumpainya.
Dipilihnya bulan istimewa. Untuk melakukan itu semua.
Ya Bulan Ramadhan.
Ini sudah Ramadhan ketiga, beliau menyendiri di sana.
Dan itulah Ramadhan yang Allah kehendaki utk turunnya jawaban yg mencahayai untuk yang di bawah sana.
Ya, cahaya itu Al Quran yg mulia.
Ternyata jika memandang ke bumi menyesakkan dada, pandanglah ke langit yang melapangkan dan meneranginya.
Bagi jiwa yang gundah, sesak dan mencari jawab. Ramadhan tempatnya.
Jika tak cukup satu Ramadhan, mungkin yang ketiga.
Jika bumi tak mampu memberi solusi, ada langit yang tak lelah berbagi..
#saparamadhan.BA